Keutaman
Berpuasa dalam Mempengaruhi Otak (1)
“Puasa
Meraih Taqwa”
Assalamu’alaikum
warohmatullah wabarokatuh...
Hamdan
wa syukron lillah...
Washolatu
wassalamu ‘ala Rosulillah...
Robbisrohli sodri,
wa yassirli amri, wah lul uqdatan min lisani, yafqohu qoulii...
Kita awali
dengan firman Allah yang berbunyi :
“....... Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu beberapa derajat ....” (Al Mujadalah:11).
Dengan ilmu kita akan terjaga di dunia
maupun di akhirat karena Ilmu adalah imam bagi amal dan ibadah kita. “Tholabul ilmi fariidhotun ‘ala kulli muslim”,
Rasulpun mengingatkan kita tentang wajibnya menuntut ilmu. Kami menulis artikel
ini sebagai pengingat untuk semua pembaca termasuk diri kami sendiri, karena
dengan menulis, ilmu akan diikat, serta dengan mengajarkan dan mengamalkannya,
ilmu akan semakin berkembang, insya Allah.
Bulan Ramadhan
telah tiba, puasapun jadi wajib hukumnya dijalankan, bagi muslim khususnya yang
beriman. Allah berfirman :
“ Hai,
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”(Al Baqarah:183).
Jadi, the main goal dari berpuasa
adalah taqwa. Mari kita berpikir!!!
1.
Apa
mungkin dengan berpuasa kita bisa menjadi muttaqin? How it wil be happened? Rumusan itulah yang akan menjadi bahasan
kita yang pertama.
Sebelum membahas
rumusan di atas, mari kita mengulang pelajaran di sekolah dulu tentang otak.
Secara singkat dikatakan bahwa otak adalah pusat koordinasi manusia baik sadar
maupun tak sadar. Otak merupakan organ terkompleks manusia yang berfungsi
sebagai pusat kemampuan, penafsiran fungsi panca indra, inisiator gerakan
tubuh, dan regulator bagi semua organ tubuh.
Otak manusia
berbeda dengan otak makhluk Allah lainnya, karena manusia dianugerahi akal oleh
Allah. Allah berfirman :
“Dan hanya
kepada Allah-lah sujud (patuh) “Man”
yang ada di langit dan di Bumi, baik dengan kemauan sendiri (taat), ataupun
terpaksa, begitupula bayang-bayangnya (ikut sujud) di pagi dan petang hari” (Ar
Ra’du:15).
Kata “Man” di atas berarti makhluk berakal, di mana makhluk berakal ini
ada yang tinggal di bumi yaitu manusia dan ada pula yang di langit (ayat yang
mengindikasikan adanya makhluk berakal selain manusia di luar planet bumi, Wallahu’alam).
Beberapa ayat
Allah dalam Al Qur’an menyinggung agar manusia berpikir “afalaa ta’qiluun”,
baik berpikir tentang kejadian alam, kejadian dirinya sendiri, maupun
kemungkaran yang dilakukan manusia. Tapi sayang, manusia sangat kufur nikmat,
mereka jarang memperdayakan akalnya untuk berpikir tentang itu. Padahal jika
kita tahu betapa dahsyatnya ciptaan Allah yang berupa otak manusia ini. Dikatakan dalam
sebuah penelitian bahwa otak manusia terdiri dari 100 milyar sel saraf
(neuron), networking-nya hingga mencapai
1000 synapsis (hubungan antar sel saraf) sama dengan 500 set ensiklopedia
lengkap yang diatur melalui impuls listrik (electrical
synapsis) dan kimiawi berupa neurotransmitter.
Masya Allah.
Kembali ke
rumusan pertama tentang puasa sebagai ajang menuju taqwa.
Secara ilmiah, dikatakan bahwa
ketika seseorang melakukan aktivitas yang terus- menerus dalam periode
tertentu, secara rutin dan konsisten,
maka otak kita akan melakukan aktivasi yang disebut Neuroplastisitis.
Neuroplastisitis
ini bisa kita sebut dengan regenerasi otak, di mana otak kita membentuk
hubungan struktural baru yang terjadi karena adanya rutinitas tersebut.
Ada tiga bentuk plastisitas
jaringan otak, yaitu :
a.
Synaptik
Plastisitas
Ketika
otak terlibat dalam pembelajaran atau pengalaman baru, maka akan terjadi
interaksi atau networking baru pada
synapsis (hubungan sel saraf). Otak memiliki rute-rute yang dibentuk oleh sel
saraf (neuron). Rute-rute tersebut bisa saling terhubung karena adanya
synapsis. Diibaratkan seperti jalan-jalan yang terpisahkan oleh sungai, lalu
dapat dihubungkan dengan jembatan, dan jembatan itulah yang berfungsi sebagai
synapsis. See the video !! Terbentuknya Synapsis
Synapsis
ini butuh proses pembangunan seperti halnya jembatan. Pembangunan synapsis
tersebut berhubungan dengan kebiasaan / habbit yang dibangun selama 29 atau 30
hari berpuasa. Misalnya saja habbit berupa kegiatan yang positif khususnya
ibadah-ibadah yang dilakukan di bulan puasa. Sebuah ajang “tarbiyatun iradah” atau mendidik kehendak meskipun terkadang di
awal diperlukan push yang besar dari
diri kita, bahkaan paksaan agar kita merutinkan kegiatan-kegiatan itu.
Rutinitas
yang berupa ketaqwaan secara harfiah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1)
Segala
perintah (yang harus dilaksanakan) dan
2)
Segala
larangan (yang harus ditinggalkan)
Dari
segi perintah, ambil saja contoh tentang sholat, laki-laki sholeh dianjurkan untuk sholat berjamaah di masjid.
Berbeda dengan laki-laki sholehah, tak apa kalo sholat di rumah (just kidding). Akan sulit dilakukan di
bulain lain, apalagi sholat shubuh berjamaah di masjid. Tapi di bulan puasa,
karena adanya aktivitas sahur, di mana waktunya mendekati shubuh, maka jika
diniatkan untuk melanjutkan dengan kegiatan sholat shubuh berjamaah serta
dirutinkan hal tersebut selama satu bulan, maka insya Allah dimudahkan untuk 11
bulan setelahnya mampu menjalankan kegiatan sholat berjamaah di masjid secara
rutin.
Perlu
juga diciptakan sebuah neuron tentang ilmu pentingnya sholat berjamaah di
masjid bagi laki-laki, yaitu sabda Rasulullah yang berbunyi :
“Sholat
berjamaah lebih utama dibandingkan sholat sendirian dengan dua puluh tujuh
derajat” (H.R. Bukhori-Muslim)
Apalagi
dikuatkan oleh janji Allah untuk melipatgandakan pahala ibadah-ibadah fardhu di
Bulan Ramadhan.
Dari
segi larangan, mungkin bisa kita ambil contoh tentang larangan ghibah. Bahasa gaul untuk ghibah di kalangan ibu-ibu adalah gosip “makin
digosok, makin ssiiipp...” (just kidding
lagi). Sebelumnya perlu diketahui ilmunya, bahwa ghibah merupakan salah satu larangan dari Allah. Banyak manusia
yang masuk neraka karena suka menggunjing atau melakukan ghibah. Na’udzubillah. Allah
berfirman :
“Janganlah
kalian menggunjing satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.”
(Al Hujurat:12)
Setelah
kita memiliki neuron tentang ilmu larangan ghibah,
maka kita juga perlu neuron tekad untuk
tak melakukannya. Kita berlatih selama bulan puasa menghilangkan kebiasaan
buruk tersebut. Sehingga synapsis antara kedua neuron ini (ilmu tentang
larangan ghibah dan tekad
menjauhinya) semakin kuat, yang nantinya menjadi bekal untuk 11 bulan kemudian
agar kita tetap terhindar dari perbuatan ghibah.
Dua contoh di
atas menunjukkan bentuk ketaqwaan yang bisa kita latih di bulan puasa. Semakin rutin
dilakukan (perintah) atau dihindari (larangan), maka Synapsis taqwapun terjalin
dan mampu menghubungkan berbagai neuron berupa ilmu agama yang didapat saat
momen puasa, nasehat dari alim ulama, keinginan diri yang kuat untuk beribadah
dengan dorongan pahala yang berlipat ganda, acara religi di TV yang mendukung
dan banyak faktor lain yang membentuk neuron-neuron baru atau memperkuat
neuron-neuron yang telah ada.
Tak hanya itu,
Allahpun membantu dengan di belenggunya setan, musuh nyata bagi manusia,
sehingga manusia lebih mudah menahan syahwatnya untuk tidak melakukan maksiat
dan lebih ringan melaksanakan ibadah. Sesuai sabda Rasulullah :
“ Apabila bulan
Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan
setan-setan dibelenggu.” (H.R. Bukhori-Muslim)
Meskipun dalam
konteks tentang setan-setan dibelenggu ini banyak penafsiran ulama yang
berbeda-beda. Apakah hal itu bisa diartikan secara zahir atau kiasan saja. Tapi
menurut kami, bisa saja diartikan secara zahir, yaitu benar-benar dibelenggunya
setan dari golongan jin. Bukan setan dari golongan manusia. Oleh karena itu, di
bulan Ramadhan tetap saja manusia banyak yang melakukan maksiat. Allah
berfirman :
"Dan demikianlah Kami jadikan
untuk setiap nabi musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian
mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan."
( Al An’am: 112).
Jadi
kesimpulannya, terbukti secara ilmiah bahwa puasa mampu membuat seseorang
memiliki ketaqwaan, dengan syarat adanya
rutinitas taqwa yang digembleng selama 1 bulan penuh, sehingga kemampuan otak
yang berupa neuroplastisitis menjadi aktif. Yang nantinya mambangun synapsis
yang kokoh dalam bentuk ketaqwaan.
By : Abu Bakar
Untuk dua bentuk
plastisitas jariangan otak yang lain, akan kami bahas di artikel :
Memaksimalkan
Otak di Bulan Puasa untuk Meraih ilmu
Mantap, Hadist dan Firmannya sungguh menyayat hati yg paling dalam, hhe
BalasHapusSubhanallah.
Ati2 bang Ramlie...hatinya sakit,,hhehe...
Hapussyukron bang...