ads
ads

Minggu, 28 Juni 2015

Keutamaan Puasa dalam Mempengaruhi Otak (1)


Keutaman Berpuasa dalam Mempengaruhi Otak (1)
“Puasa Meraih Taqwa”

Assalamu’alaikum warohmatullah wabarokatuh...
Hamdan wa syukron lillah...
Washolatu wassalamu ‘ala Rosulillah...
Robbisrohli sodri, wa yassirli amri, wah lul uqdatan min lisani, yafqohu qoulii...

Kita awali dengan firman Allah yang berbunyi :

“....... Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat ....” (Al Mujadalah:11).

Dengan ilmu kita akan terjaga di dunia maupun di akhirat karena Ilmu adalah imam bagi amal dan ibadah kita. “Tholabul ilmi fariidhotun ‘ala kulli muslim”, Rasulpun mengingatkan kita tentang wajibnya menuntut ilmu. Kami menulis artikel ini sebagai pengingat untuk semua pembaca termasuk diri kami sendiri, karena dengan menulis, ilmu akan diikat, serta dengan mengajarkan dan mengamalkannya, ilmu akan semakin berkembang, insya Allah.
Bulan Ramadhan telah tiba, puasapun jadi wajib hukumnya dijalankan, bagi muslim khususnya yang beriman. Allah berfirman :

“ Hai, orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”(Al Baqarah:183).

Jadi, the main goal  dari berpuasa adalah taqwa. Mari kita berpikir!!!

1.             Apa mungkin dengan berpuasa kita bisa menjadi muttaqin? How it wil be happened? Rumusan itulah yang akan menjadi bahasan kita yang pertama.

Sebelum membahas rumusan di atas, mari kita mengulang pelajaran di sekolah dulu tentang otak. Secara singkat dikatakan bahwa otak adalah pusat koordinasi manusia baik sadar maupun tak sadar. Otak merupakan organ terkompleks manusia yang berfungsi sebagai pusat kemampuan, penafsiran fungsi panca indra, inisiator gerakan tubuh, dan regulator bagi semua organ tubuh.


Otak manusia berbeda dengan otak makhluk Allah lainnya, karena manusia dianugerahi akal oleh Allah. Allah berfirman :

“Dan hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) “Man” yang ada di langit dan di Bumi, baik dengan kemauan sendiri (taat), ataupun terpaksa, begitupula bayang-bayangnya (ikut sujud) di pagi dan petang hari” (Ar Ra’du:15).

Kata “Man” di atas berarti makhluk berakal, di mana makhluk berakal ini ada yang tinggal di bumi yaitu manusia dan ada pula yang di langit (ayat yang mengindikasikan adanya makhluk berakal selain manusia di luar planet bumi, Wallahu’alam).

Beberapa ayat Allah dalam Al Qur’an menyinggung agar manusia berpikir “afalaa ta’qiluun”, baik berpikir tentang kejadian alam, kejadian dirinya sendiri, maupun kemungkaran yang dilakukan manusia. Tapi sayang, manusia sangat kufur nikmat, mereka jarang memperdayakan akalnya untuk berpikir tentang itu. Padahal jika kita tahu betapa dahsyatnya ciptaan Allah yang  berupa otak manusia ini. Dikatakan dalam sebuah penelitian bahwa otak manusia terdiri dari 100 milyar sel saraf (neuron), networking-nya hingga mencapai 1000 synapsis (hubungan antar sel saraf) sama dengan 500 set ensiklopedia lengkap yang diatur melalui impuls listrik (electrical synapsis) dan kimiawi berupa neurotransmitter. Masya Allah.

Kembali ke rumusan pertama tentang puasa sebagai ajang menuju taqwa.

Secara ilmiah, dikatakan bahwa ketika seseorang melakukan aktivitas yang terus- menerus dalam periode tertentu, secara rutin dan konsisten,  maka otak kita akan melakukan aktivasi yang disebut Neuroplastisitis.        
 Neuroplastisitis ini bisa kita sebut dengan regenerasi otak, di mana otak kita membentuk hubungan struktural baru yang terjadi karena adanya rutinitas tersebut.
Ada tiga bentuk plastisitas jaringan otak, yaitu :           

a.             Synaptik Plastisitas
Ketika otak terlibat dalam pembelajaran atau pengalaman baru, maka akan terjadi interaksi atau networking baru pada synapsis (hubungan sel saraf). Otak memiliki rute-rute yang dibentuk oleh sel saraf (neuron). Rute-rute tersebut bisa saling terhubung karena adanya synapsis. Diibaratkan seperti jalan-jalan yang terpisahkan oleh sungai, lalu dapat dihubungkan dengan jembatan, dan jembatan itulah yang berfungsi sebagai synapsis. See the video !! Terbentuknya Synapsis

Synapsis ini butuh proses pembangunan seperti halnya jembatan. Pembangunan synapsis tersebut berhubungan dengan kebiasaan / habbit yang dibangun selama 29 atau 30 hari berpuasa. Misalnya saja habbit berupa kegiatan yang positif khususnya ibadah-ibadah yang dilakukan di bulan puasa. Sebuah ajang “tarbiyatun iradah” atau mendidik kehendak meskipun terkadang di awal diperlukan push yang besar dari diri kita, bahkaan paksaan agar kita merutinkan kegiatan-kegiatan itu.


Rutinitas yang berupa ketaqwaan secara harfiah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1)        Segala perintah (yang harus dilaksanakan) dan
2)        Segala larangan (yang harus ditinggalkan)

Dari segi perintah, ambil saja contoh tentang sholat, laki-laki sholeh  dianjurkan untuk sholat berjamaah di masjid. Berbeda dengan laki-laki sholehah, tak apa kalo sholat di rumah (just kidding). Akan sulit dilakukan di bulain lain, apalagi sholat shubuh berjamaah di masjid. Tapi di bulan puasa, karena adanya aktivitas sahur, di mana waktunya mendekati shubuh, maka jika diniatkan untuk melanjutkan dengan kegiatan sholat shubuh berjamaah serta dirutinkan hal tersebut selama satu bulan, maka insya Allah dimudahkan untuk 11 bulan setelahnya mampu menjalankan kegiatan sholat berjamaah di masjid secara rutin.

Perlu juga diciptakan sebuah neuron tentang ilmu pentingnya sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki, yaitu sabda Rasulullah yang berbunyi :

“Sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sholat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat” (H.R. Bukhori-Muslim)

Apalagi dikuatkan oleh janji Allah untuk melipatgandakan pahala ibadah-ibadah fardhu di Bulan Ramadhan.

Dari segi larangan, mungkin bisa kita ambil contoh tentang larangan ghibah. Bahasa gaul untuk ghibah di kalangan ibu-ibu adalah gosip “makin digosok, makin ssiiipp...” (just kidding lagi). Sebelumnya perlu diketahui ilmunya, bahwa ghibah merupakan salah satu larangan dari Allah. Banyak manusia yang masuk neraka karena suka menggunjing atau melakukan ghibah. Na’udzubillah. Allah berfirman :

“Janganlah kalian menggunjing satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.” (Al Hujurat:12)

Setelah kita memiliki neuron tentang ilmu larangan ghibah, maka kita juga perlu neuron  tekad untuk tak melakukannya. Kita berlatih selama bulan puasa menghilangkan kebiasaan buruk tersebut. Sehingga synapsis antara kedua neuron ini (ilmu tentang larangan ghibah dan tekad menjauhinya) semakin kuat, yang nantinya menjadi bekal untuk 11 bulan kemudian agar kita tetap terhindar dari perbuatan ghibah.

Dua contoh di atas menunjukkan bentuk ketaqwaan yang bisa kita latih di bulan puasa. Semakin rutin dilakukan (perintah) atau dihindari (larangan), maka Synapsis taqwapun terjalin dan mampu menghubungkan berbagai neuron berupa ilmu agama yang didapat saat momen puasa, nasehat dari alim ulama, keinginan diri yang kuat untuk beribadah dengan dorongan pahala yang berlipat ganda, acara religi di TV yang mendukung dan banyak faktor lain yang membentuk neuron-neuron baru atau memperkuat neuron-neuron yang telah ada.

Tak hanya itu, Allahpun membantu dengan di belenggunya setan, musuh nyata bagi manusia, sehingga manusia lebih mudah menahan syahwatnya untuk tidak melakukan maksiat dan lebih ringan melaksanakan ibadah. Sesuai sabda Rasulullah :

“ Apabila bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (H.R. Bukhori-Muslim)

Meskipun dalam konteks tentang setan-setan dibelenggu ini banyak penafsiran ulama yang berbeda-beda. Apakah hal itu bisa diartikan secara zahir atau kiasan saja. Tapi menurut kami, bisa saja diartikan secara zahir, yaitu benar-benar dibelenggunya setan dari golongan jin. Bukan setan dari golongan manusia. Oleh karena itu, di bulan Ramadhan tetap saja manusia banyak yang melakukan maksiat. Allah berfirman :

"Dan demikianlah Kami jadikan untuk setiap nabi musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan." ( Al An’am: 112).

Jadi kesimpulannya, terbukti secara ilmiah bahwa puasa mampu membuat seseorang memiliki ketaqwaan,  dengan syarat adanya rutinitas taqwa yang digembleng selama 1 bulan penuh, sehingga kemampuan otak yang berupa neuroplastisitis menjadi aktif. Yang nantinya mambangun synapsis yang kokoh dalam bentuk ketaqwaan.

By : Abu Bakar

Untuk dua bentuk plastisitas jariangan otak yang lain, akan kami bahas di artikel :
Memaksimalkan Otak di Bulan Puasa untuk Meraih ilmu




2 komentar :

  1. Mantap, Hadist dan Firmannya sungguh menyayat hati yg paling dalam, hhe
    Subhanallah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ati2 bang Ramlie...hatinya sakit,,hhehe...

      syukron bang...

      Hapus

Join us on Facebook

Please wait..30 Seconds Cancel